Kamis, 05 Februari 2015

BAHAYA WIRID OVER DOSIS



WIRID OVER DOSIS
Bismillah, walhamdulillah washolatu wasalaamu 'alaa rosulillah
Dzikir yang dijadikan wirid pada hakikatnya suatu yang baik dan dianjurkan selama berada dalam tuntunan yang disyariatkan, namun suatu dzikir yang dijadikan wirid yang keluar dari tuntunan assunah baik dari segi niat, pelaksanaan, jumlah dan lain sebagainya, inilah yang menimbulkan masalah, suatu amalan ibadah mahdhoh yang tidak ada tuntunannaya dari Rosulullah sholloohu'alaihi wasalam bukan saja tertolak dari segi hukum namun juga bisa mengundang kekuatan/ energi dari dimensi lain untuk hadir dan berinteraksi dengan si pelaku, seperti yang dituturkan dalam kisah nyata Dari Majalah Ghoib Edisi 28 Th.2/2 Syawal 1425 H/15 November 2004 

Wiridan sih sah-sah saja. Bahkan wirid sendiri sangat dianjurkan dalam Islam. Tentunya, selama hal itu tidak bertentangan dengan ajaran Rasulullah. Lain halnya bila wiridan itu diembel-embeli dengan puasa beberapa hari atau ritual tertentu lainnya. Bukan apa-apa. Maksud hati ingin memperoleh ketenangan batin, tapi yang didapat justru sebaliknya. Diikuti oleh jin yang mengaku sebagai khadam. Istilah lain untuk pembantu atau pelayan dari bangsa jin. Inilah kenyataan yang dialami oleh Firmansyah, pemuda asli Betawi. Pemuda ini mengkisahkan pengalamannya kepada majalah Ghoib di rumahnya Menteng, Jakarta Selatan.
Sewaktu sekolah Aliyah dulu, sekitar tahun 1996, saya mengalami suatu peristiwa yang membawa saya ke dalam pengembaraan panjang. Sebagai seorang pemuda yang bergelut dengan dunia jin melalui wiridan.
Peristiwa terjadi pada suatu pagi yang cerah, saat saya sholat dhuha di masjid tua di daerah kuningan. Saat itu, di dalam masjid tidak ada orang lain, hanya saya seorang diri. Kemudian muncul keinginan untuk belajar pidato. Maka dengan tenang layaknya seorang ustadz, saya melangkah ke mimbar. Lalu duduk sejenak di kursi saya raih tongkat yang ada kemudian bergaya seperti seorang khotib. Dan secara perlahan meski sedikit gemetar, saya latihan khutbah, “Alhamdulillah. Alhamdulillahilladzi…”
Nah, satu minggu setelah kejadian itu saya merasakan kehadiran seseorang yang tidak terlihat. Saya suka ngomong sendiri. Kalau di kelas badan terasa lemas dan tidak bergairah. Untuk menjawab soal pun terasa agak sulit. Selain itu, saya saya mudah kesurupan. Misalnya, ketika sedang mengikuti pengajian disebuah masjid, tiba-tiba badan saya merinding. Merasa seperti itu, saya segera pulang. Begitu tiba di rumah saya langsung berteriak, “Hua ha ha…” saya kesurupan. Kemudian Bapak membaca ayat kursi, tapi jinnya tidak merasa apa-apa. Sepuluh menit kemudian jinnya itu pergi begitu saja.
Kesurupan ini seakan menjadi bagian dari hidup saya. Karena bisa dipastikan hampir tiap minggu saya selalu kesurupan. Kalau Cuma sekali dua kali mungkin tidak terlalu masalah tapi bila berlangsung hingga satu tahun. Tentu sangat berat bagi saya. Akibatnya saya selalu hidup dalam ketakutan dan tidak punya gairah hidup.
Keadaan saya ini, ternyata tidak luput dari perhatian guru-guru. Hingga guru sosiologi menghampiri, “Kenapa kok lemas terus?” akhirnya saya disuruh kerumahnya. “Sepertinya ada yang aneh dalam dirimu” komentarnya setelah menuangkan minuman ke gelas. “Saya tidak tahu, Pak”. Kemudian saya ceritakan apa yang saya alami. Dari tatapan matanya saya tahu bahwa ia berempati kepada saya. Kemudian dengan bijak ia banyak menasehati dan mengajarkan beberapa amalan yang katanya mengurangi beban saya.
Saya disuruh membaca Alfatihah untuk nabi Muhammad, para wali dan para orang-orang tua saya. Kemudian membaca shalawat shalawat seratus kali dan ya lathif seratus kali. Lalu berdoa, “Ya Allah”. Dengan kekuatan sayidina umar berilah saya kekuatannya”.
Saya gembira sekali hari itu. Dan bertekad untuk mengamalkannya agar rasa takut itu hilang dan kembali bersemangat. Tapi ketika saya mengamalkan wiridan itu di rumah saya terkejut. Kok saya teriak-teriak terus, “Hoh hoh hoh” badan saya menggigil dan gemetaran. Meski demikian saya terus saja membaca wiridan itu. Hasilnya baru terasa seminggu kemudian. Ya, saya mulai tenang.
Sudah agak lama saya tidak kesurupan, hingga akhirnya jin itu datang lagi. Peristiwanya kali ini terjadi di rumah sakit. Saat saya terkena penyakit typus dan sudah stadium tiga. Waktu itu sudah seminggu saya tidak shalat, harus terbaring lemah diatas ranjang dan tidak bisa berdiri. Tapi tiba-tiba saya bisa berdiri tegak kemudian berjalan dengan cepat. Hingga para pasien dan keluarganya keheranan. Tak lama kemudian, saya berbicara keras dengan suara bergetar. Tapi suaranya itu bukan suara saya sendiri “saya mau shalat. Anak ini sudah meninggalkan shalat berhari-hari. Dia harus shalat sekarang”. Kemudian jin yang memasuki tubuh saya itu berceramah, sambil sesekali menepuk dada. Melihat itu, orang-orang pada ribut dan akhirnya membiarkan saya shalat. Ulah jin yang memasuki tubuh saya itu tidak berhenti sampai disini. Ia ingin membawa saya melompat dan terjun dari rumah sakit bertingkat itu. “Saya mau terjun. Saya tidak kuat disini. Saya mau pulang” sampai banyak suster yang mau saya cekik.
Melihat itu, Bapak berteriak. “Siapa kamu?” “Saya adalah syaikh Abdul Jabbar. Ha ha ha, saya yang selama ini mengikuti dia. Dan saya dihalangi khadam buyutnya. Saya tonjok mereka hingga babak belur. Saya adalah raja jin yang terkuat, “ jawab jin yang merasuki tubuh saya.
Akhirnya pihak rumah sakit mengizinkan saya dibawa pualng. Namun, di tengah jalan mobil yang saya tumpangi mogok. Bapak saya menduga karburatornya yang rusak. Tapi setelah dibuka “cross” airnya muncrat ke muka bapak. Ketika sampai di rumah, saya melihat rumah yang selebar enam meter itu sepertinya kecil. Seakan hanya beberapa puluh senti saja. Kemudian saya tidak bisa tidur hingga beberapa hari.
a. Jin Abdul Jabbar Keluar Masuk Tubuh
Dalam kondisi demikian, ada seorang teman yang menjenguk sambil membawa katanya “air dari wali”. Setelah dia meminumnya sedikit ia kemudian menyemprotkan kembali ke badan saya. “panaas” teriak jin yang merasuki saya. “Kamu belajar sama siapa?” tanya jin. “sama habib, “jawab teman saya. “Oh, bagus, bagus teruskan saja belajarmu”. Seolah jin itu menasehatinya. Kemudian teman saya membaca “Ya Allah, Ya Rahman..sampai kepada ya Jabbar”. Kemudian jin itu tertawa terbahak-bahak, “Ha ha ha. Itu nama saya. Kamu bacakan apa saja, pasti tidak mempan karena saya jin Islam. Saya hafal 30 juz”. Setelah tidak mampu mengobati saya, akhirnya teman saya itu pulang.
Dua hari kemudian, di pagi hari yang cerah saya di bawa ke rumah habib. Tapi anehnya habib itu sudah ada di depan rumah. Seolah dia sudah menunggu kedatangan saya. Pas ketika saya masih berdiri terpaku didepan rumahnya, “sreet” saya merasakan ada sesuatu yang keluar dari tubuh saya. Kemudian bapak ngobrol agak lama dengan habib. Dan setelah meminum air dari habib, kami segera pulang. Tapi, hanya beberapa menit istirahat di rumah, saya kesurupan lagi. Jin Abdul Jabbar itu datang lagi. Katanya dia takut sama habib itu dan sempat keluar.
Keesokan malamnya, sehabis shalat maghrib saya diantar seorang tetangga ke Cibinong untuk bertemu dengan seorang kyai. Aneh, setelah keluar dari tol, sopir itu tidak lagi tahu arah. Berkali-kali ia bertanya, namun tetap tidak tahu arah. Sementara di luar, cuaca gelap, langit tak berbintang. Disertai dengan hembusan angin kencang yang terus mendesing di telinga, seakan hujan akan turun dengan lebatnya. Saat saya melihat ke arloji, ternyata sudah pukul 10 malam. Taka lama kemudian, Inalillah, mobil itu mogok diperkebunan dan tak bisa dihidupkan lagi, lalu saya kesurupan lagi, “Ha ha ha. Saya mogokin mobilnya”. Akhirnya kita berlima jalan kaki, walau hawa dingin terasa menusuk tulang. Dan, setelah memperhatikan sekeliling beberapa saat, akhirnya sopir itu tahu bahwa kita sudah hampir sampai dirumah kyai. Kira-kira hanya berjarak 300 meter.
Alhamdulillah, akhirnya sampai ke tempat tujuan juga, setelah tersesat beberapa jam. Kemudian saya di bawa ke ruangan yang kira-kira muat untuk sepuluh orang. Kamar itu beralaskan karpet plastik, dengan jendela dan pintu dibelakangnya. Lalu bapak saya menyerahkan dua butir telur ayam kampung. Pak kyai mengambilnya sebutir lalu memecahkan dan mencampurnya dengan minyak lulur, yang dipakai untuk pijat saya. Selama pemijatan itu, terdengar suara pintu “Gubrak-gubrak”, padahal pintu itu sudah ditutup tapi selanjutnya terbuka lalu tertutup lagi, begitu seterusnya. Tak lama kemudian saya mulai kesurupan “Ha ha. Akulah Abdul Jabbar saya dari zaman syaikh Abdul Qadir Jailani. Saya berumur 900 tahun. Saya senang anak ini karena dia rajin ibadah.
Tapi saya juga benci, sebab dia dulu berani naik mimbar itu bukan tempatnya. Yang berhak naik ke mimbar itu adalah orang-orang yang berilmu. Dan jangan permainkan tempat saya. Kalau tidak. Saya bunuh anak ini”. Tak lama kemudian saya tidak sadarkan diri. Dan setelah saya sadar tahu-tahu pengobatan itu sudah selesai. Sejak saat itu jin Abdul Jabbar entah karena apa, tidak datang lagi. Walau sebenarnya jin itu masih bersarang di tubuh saya.
b. Wiridan yang Ternyata Penuh Jin
Dua bulan kemudian, saat kelas 3 Aliyah saya mempelajari wiridan miftahul hizb. Wiridan-wiridan itu saya baca semua kemudian saya berdoa “Ya Allah, hamba mohon di berikan ilmu dhahir batin dan ditunjukkan jalan ilmunya Rasulullah”. Setelah mengamalkan wiridan itu setiap hari maka pada hari ke 13, 14 dan 15 saya berpuasa Ramadhan. Katanya wiridan itu tanpa menggunakan khadam dari jin. Katanya, ilmu yang dihasilkan dari wiridan ini berasal langsung dari kemukjizatan Rasulullah. Mendengar penjelasan yang demikian waktu itu saya percaya begitu saja.
Hasil pengalaman wiridan ini, diluar dugaan saya. Yang dulunya saya sering kesurupan, tapi sekarang berbalik. Saya bisa mengobati orang kesurupan. Selain itu, saya juga bisa menerawang.
Ya, saya bisa menebak watak seseorang yang belum saya kenal sama sekali, suatu hari saya bertemu seseorang lalu saya menerawang dia, “Kamu orangnya pemarah, egois. Kamu juga sedang menghadapi masalah”. Dia binggung, “Lho kok kamu tahu gitu”. “Ya saya tahu saja. Kamu bermasalah dengan atasan kamu, kan?” kata saya lagi. Akhirnya dia semakin terpana dan semakin tertarik dengan terawangan saya.kemudian saya menerawang temannya, “Orangnya putih, hidungnya mancung dan rambutnya agak ikal”. “Lho kok kamu tahu!” Teman baru saya itu semakin terbengong-bengong. Sebenarnya semua yang saya katakan itu tergambar dengan jelas dipikiran saya begitu saja.
Pada kesempatan lain, ada seorang tetangga yang kehilangan burung. Akhirnya ia bertanya kepada saya. Dan dengan reflek tangan saya bergerak, “seeet” “Tuh burungnya ada disitu”. Tangan saya menunjuk kearah tertentu. Akhirnya tetangga itu menyebutkan nama satu persatu. “Namanya si Arman”. “Bukan” kata saya sambil tangan saya mengisyaratkan tidak benar. “Namanya si Atong” katanya lagi. “Iya, benar itu dia”. Akhirnya burungnya di cari dan ketemu. Betapa malunya si pencuri yang ketangkap basah itu. Tapi anehnya keesokan harinya saya kehilangan motor. Kemudain saya mencoba menerawang dengan ilmu saya. Saya tunjuk ini dan itu. Tapi tidak bisa menemukan motor itu hingga sekarang.
Rupanya keahlian saya itu, mengantarkan bapak dan adik saya untuk mempelajari ilmu sejenis. Meski mereka belajar dari guru yang berbeda. Nah, untuk membuktikan ilmu perguruan mana yang lebih hebat, akhirnya saya dan bapak sepakat untuk diadakan uji kekuatan. Tempatnya dirumah saya. Saat itu, ada tiga orang yang mengetes saya. Setelah pasang kuda-kuda kemudian saya dipukul. Ternyata pukulan itu mengenai wajah saya dan tidak bisa saya elakkan. Padahal sebelumnya saya bisa menghindari dan mementalkan pukulan siapa saja. Saya belum menyerah. Dan dilakukan pengujian ulang. Saya bertahan dengan cara lain, tapi saya tetap kena pukulan. Akhirnya saya mengaku kalah dan berguru dengan mereka, untuk mempelajari ilmu karamah. Peristiwa ini terjadi pada tahun pertama ketika saya kuliah di UIN.
Sebelum dibaiat atas keberhasilan mempelajari ilmu karamah, saya disuruh puasa tiga hari dan membaca wiridan juga selama tiga hari, “Ya Allah. Ya rasulullah. Ya syaikh Abdul Qadir Jailani disuhunkeun karomahna ku abdi gusti suryajana negara (Ya Allah. Ya Rasulullah Ya shaikh Abdul Qadir Jailani dimintakan karamahnya kepada saya gusti suryajana negara) Ia haula wala quwata illa billahil aliyil adhim” kemudian di test. Orang yang memukul saya itu terpental semua.
Setelah mengamalkan wiridan ini, saya merasakan adanya perubahan. Orang jadi takut sama saya. Sebaliknya, saya menjadi lebih berani. Pernah saja terjebak tawuran pelajar. Ketika saya ditipuk dengan batu, tiba-tiba batu itu terpental sendiri sebelum mengenai saya. Akhirnya para pelajar itu kabur, ketakutan. Kondektur bis juaga takut. Saya pernah marah dengan kondektur. Hanya gara-gara kurang ongkos. Waktu itu tarif bis mahasiswa hanya seratus sementara penumpang umumnya membayar limaratus. Kebetulan, saya membayar tigaratus. Tapi kondektur bis itu tidak percaya. “kalau kamu mahasiswa bayar seratus juga saya terima”, kata kondktur itu. “Ya sudah kalau berani sini, “saya menantangnya. Ketika sudah dekat, dia ketakutan. Sepertinya ia melihat sesuatu yang menakutkan.
Selain ilmu diatas, saya juga mempelajari dua ilmu lainnya. Yang pertama adalah ilmu kebal dan yang kedua wirid sakran. Saya tidak tahu, mengapa saya haus berbagai macam jenis ilmu. Sehingga saya sering berguru dari satu tempat ke tempat lainnya. Misalnya, saat itu saya juga belajar wirid sakran. Wiridan itu diamalkan setiap selesai shalat wajib selama tujuh minggu dan puasa senin-kamis selama tujuh minggu juga. Dengan niat “Aku niat puasa sunnah karena Allah untuk amalan wirid syaikh Habib Ali Abu Bakar As-Sakran”.
Sesudah seluruh ritual dalam tujuh minggu itu selesai, malamnya saya bermimpi sampai dua kali. Mimpi pertama adalah mimpi basah. Dan setelah bangun kemudian tidur kembali saya bermimpi berada disebuah masjid yang besar di wilayah Tarim, salah satu daerah di Hadhramaut, Yaman. Didalam masjid itu saya bertemu dengan orang tua. Yang memperkenalkan dirinya sebagai Habib Muhammad bin Abdul Rahman Assegaf. Kemudian ia menuntun saya berdoa di samping makam habib Ali bin Abu Bakar As-Sakran.
Beberapa hari kemudian, saya ceritakan mimpi itu kepada guru. Katanya mimpi itu menjadi wangsit bahwa wiridan saya sudah disahkan. Selang beberapa hari kemudian, ketika sedang berbaring di tempat tidur, tiba-tiba saya mendengar suara yang tidak saya ketahui dari mana sumbernya, “Assalaamu’alaikum. Sekarang tuan adalah majikan saya.dan saya adalah khadam tuan”.
Beberapa hari berikutnya saya sering kesurupan setelah tarawih di mushola. Di tengah kerumunan jamaah laki-laki. “Assalaamualaikum. Kenalkan nama saya Abdul Lathif”. Anehnya banyak jamaah yang bahkan menjadikan jin yang merasuk ke tubuh saya sebagai teman bercanda. “Namanya siapa ki?” tanya sebagian jamaah. “Nama saya Abdul Lathif. Saya dari Baghdad. Saya khadamnya Firmansyah”. Terus banyak yang minta macam-macam. “Saya minta jodoh dong?” pinta seorang dari mereka. “Lu, yang cocok sama lu orangnya yang pendek, “kata Abdul Lathif melalui mulut saya. Mendengar jawaban itu, sontak jamaah tertawa terpingkal-pingkal.
“Saya minta nomer togel nih, “Tapi jin itu langsung menggerakkan tangan saya untuk mengambil buah dan melempar yang meminta, “Maksiat nanya-nanya sama gue, kata jin Abdul Lathif.
Pernah juga jin yang merasuk ke tubuh saya itu mengambil kopi dan meminumnya, “nih, air bekas saya ini berkah” tak tahunya jamaah yang berada di sekitar saya langsung berebut meminum kopi itu. Peristiwa seperti ini terjadi sekitar sepuluh kali selama Ramadhan. Dan waktunya selalu setelah tarawih. Sebelum pergi jin itu pamitan dulu, “Sudah tidak ada perlu lagi dengan saya? Saya pergi dulu ya. Assalaamualaikum”. Setelah peristiwa demi peristiwa itu ,akhirnya banyak yang konsultasi dengan saya. Dan, untuk menjawabnya, saya gabungkan saja berbagai keilmuan yang saya miliki.
Sehabis Ramadhan, jin Abdul lathif masih sering merasuk ke tubuh saya. Bahkan saat saya sedang mengajar anak-anak remaja. Disini dia mulai mengisi anak-anak remaja itu. “Ki, saya sering lewat daerah-daerah tawuran. Minta penjagaan dong?” pinta seorang anak. “Ya, sini! Kamu baca “Asyhadualla ilaha ilallah. Asyadu anna Muhammadurrasulullah. La haula wala quwwata ila billah”. Lalu ia menjabat tangan anak yang diberi ilmu.
Pada mulanya, jin Abdul lathif baru datang setelah saya panggil. Dengan membaca Alfatihah untuk nabi. Kemudian shalawat untuk habib yang menciptakan wiridan ini. Setelah itu, saya memanggil “Ya Lathif” sambil menjejak bumi tiga kali. Setelah itu jin Abdul Lathif datang dan merasuk ke tubuh saya. Tapi lama-kelamaan kedatangannya tidak bisa saya kendalikan.
c. Awal Datangnya Hidayah
Aktifis pengajian anak remaja, terus menggiring saya untuk berkenalan dengan beberapa aktifis dakwah lainnya. Nah, dari sini saya sering tukar pengalaman dan berbagi cerita. Sejujurnya, saya katakan pada mereka bahwa saya punya ilmu-ilmu tertentu. Yang waktu itu, saya menyebutnya ilmu kemukjizatan. Saya juga punya khadam dari jin dan menurut saya meminta bantuan jin juga tidak apa-apa. Pendapat saya ini di bantah oleh teman-teman. “Lho, itukan bacaan-bacaan islami. Bacaan shalawat. Bacaan-bacaan Alquran”, saya mencoba beradu argumentasi. “Walaupun itu Asmaul Husna, tapi kalau itu buat kebal saya tidak percaya”, kata teman saya.
Seiring dengan semakin lama berinteraksi dengan mereka, saya merasa ada keanehan. Badan saya panas setiap hari. Saya juga sakit flu tidak henti-hentinya. Dan, setelah membaca artikel di majalah Ghoib, saya mulai meragukan kebenaran jalan yang saya tempuh selama ini.
Hal ini semakin di perparah dengan situasi rumah tangga yang sedikit mengalami goncangan. Dari sini saya mulai tidak yakin akan kebenaran ilmu saya. Akhirnya saya pergi ke majalah Ghoib. Saat tiba dikantor majalah Ghoib, saya merasa takut sekali. Kepala saya bergetar tanpa dapat saya kendalikan. Tidak seperti biasanya. Kemudian saya diterapi ustadz Junaidi. Saat itulah jin yang bersarang di tubuh saya dikeluarkan. Pada ruqyah pertama saja, kata ustadz Junaidi ada sekitar sepuluh jin yang keluar, tentu menurut pengakuan jin itu. Ada jin Abdul Jabbar, jin Konghuchu, jin Kristen, Jin Budha dan yang paling bandel keluarnya adalah jin Abdul Lathif.
Ketika jin Abdul Lhatif diruqyah ia berbicara dengan ustadz Junaidi dengan bahasa arab. “Saya dari Bagdad. Cuma saya lama di Surabaya, “katanya. “Kenapa kamu masuk ke orang ini?” tanya ustadz Junaidi. “Siapa suruh. Yang baca wiridan itu dia. Ya, saya masuk. Kalau wiridan itu tidak di baca, saya tidak masuk”, kata jin Abdul Lhatif lagi. “berarti kamu telah sesat dan menyesatkan” bentak ustadz Junaidi. Mendengar bentakan itu jin Abdul Lathif hanya bisa diam. Kemudian jin itu berdoa seraya meminta pertolongan kepada Ali. “Ya Ali.
Anqidzni (Tolonglah aku)”. “Jin, doamu ini syirik”, kata ustadz Junaidi. “saya kan tawasul, ustadz”, ujar jin itu mempertahankan diri. “Tawasul dengan dzat selain Allah itu berarti syirik”, kata ustadz Junaidi. “Tidak. Ini tidak syirik. Saya berpegang teguh dengan manhaj Zainal Abidin”, kata jin Abdul Lathif masih membandel. Dia susah dikeluarkan. Karena badan saya sudah kecapekan, akhirnya ruqyah hari itu diakhiri juga. Meski sebenarnya saya masih merasa bahwa jin Abdul Lathif itu belum bisa dikeluarkan. Karena itu ustadz Junaidi menyuruh saya untuk datang lagi minggu depan. Disamping itu saya dianjurkan untuk terus berdzikir dan melakukan terapi ruqyah secara mandiri. Alhamdulillah setelah terapi ruqyah yang keenam, sekarang saya sudah baik kembali tinggal sedikit pusing di kepala bagian belakang.
Begitulah sepenggal kisah yang saya yakin banyak dialami oleh orang lain, bergelut dengan dunia jin tanpa disadarinya. Atau bahkan sebagian orang menganggap ini merupakan suatu kelebihan yang diberikan Allah. Namun, pada akhirnya saya harus mengakui bahwa pendapat yang demikian itu salah. Saya berharap kisah ini dapat menjadi renungan tersendiri, bagi siapapun yang berkenan.
d. Bedah Kesaksian
Inilah kisah seorang pemuda Betawi yang mempunyai semangat tinggi untuk mempelajari agama. Seperti layaknya Betawi di masa lalu yang masih kental dengan keislamannya. Demikian juga dengan Firmansyah. Berpindah dari satu guru ke guru yang lain, dari satu kyai ke kyai yang lain, dari satu habib ke habib yang lain.
Tapi apa daya, niat baik itu tidak sampai kepada tujuan yang baik. Seperti yang dinyatakan oleh Abdullah bin Mas’ud, “Betapa banyak orang yang berniat menuju kebenaran tetapi tidak sampai kepada kebenaran itu”.
Untuk itulah, ukuran kebaikan tidak bisa dilihat dengan perasaan belaka. Tetapi diukur dengan firman Allah dan sabda Nabi-Nya. Islam memang tidak pernah mematikan perasaan, tetapi Islam juga tidak pernah menuhankan perasaan. Sehingga perasaan tetap diberikan haknya sebatas kapasitasnya. Jika sudah sampai pada garis penentuan kebenaran dan kebatilan, maka perasaan harus tunduk dibawah kendali syariat Islam. Walaupun perasaan mengatakan bahwa sesuatu yang dilakukan adalah baik, tetapi tanyakan kembali apakah Islam mengatakannya sebagai kebaikan.
Jin mempunyai beragam trik untuk menyesatkan manusia. Permusuhan yang memang tidak pernah akan berakhir. Pada kasus Firmansyah pun sama, jin mencoba menipu dengan mengelabuhi banyak orang. Mereka bersembunyi dibalik sesuatu yang kesan pertamanya sangat Islami. Bayangkan kalau shalawat, Fatihah dan dzikir tertentu di baca. Tentu akan banyak yang protes, ketika dikatakan bahwa dibalik semua bacaan baik itu terdapat jin yang bersembunyi.
Tetapi fakta dari kisah firmansyah seakan kembali membuka mata aqidah kita. Bahwa sesungguhnya pernyataan Abdullah bin Mas’ud benar, “kita diperintahkan untuk mengikuti (Perintah Nabi) dan bukan untuk berbuat bid’ah (mengada-ada ajaran sendiri)”.
Sebagai layaknya orang yang haus ilmu, Firmansyah terus memperdalam ilmu apa saja yang bernuansakan Islam. Mulai dari kirim Al-Fatihah kepada Rasulullah, para wali dan para orang tua dengan tujuan tawassul. Kemudian shalawat 100 kali dengan membaca ya lathif sebanyak 100 kali juga kemudian tawassul ini dilengkapi dengan tawassul kepada haibah Umar untuk diberi kekuatannya.
Mungkin, bisa saja tidak semua orang mau mengikuti ajaran para dukun yang memerintahkan ritual kembang, minyak telon, ayam cemani dan sebagainya. Tetapi banyak yang tergelincir ketika syetan menggunakan cara yang dikemas seakan Islami. Seperti kasus diatas. Kemudian jin terus mencoba untuk semakin meyakinkan Firmansyah atau siapapun. Bahwa apa yang dilakukannya, benar-benar Islami. Pada saat selesai ritual, dia mempunyai kemampuan mengobati orang lain. Bukankah menolong orang lain suatu kebaikan? Sungguh tipuan maut. Karena pengobatan dengan cara bekerjasama dengan jin adalah kesesatan sebagaimana surat Al-Jin: 6.
Ketika ada yang kehilangan, dia juga mampu melihat siapa pencurinya. Benar-benar syetan menyesatkan. Karena saat Firmansyah kehilangan yang lebih besar yaitu motornya ternyata dia tidak dapat menemukan siapa pencurinya.
Belum lagi ilmu syetan yang di beli dengan ilmu karamah. Kita pernah membahas panjang lebar pada edisi sebelum ini bahwa karamah tidak bisa dipelajari. Kelebihan yang didapat dengan dipelajari adalah ilmu sihir.
Jelas saja ilmu yang dikira baik itu ternyata menyesatkan. Karena diperoleh dengan cara yang tidak benar. Pada hakekatnya shalawat sangat dianjurkan demikian juga membaca Al-Fatihah atau membaca nama Allah ya Lathif ya Jabbar. Tetapi itu semua hanyalah pembuka yang digunakan oleh jin untuk menjerat orang, agar nampak Islami. Dan berikutnya diembel-embeli dengan sesuatu yang tidak dibenarkan dalam aqidah Islam. Diantaranya adalah dengan membaca wirid diatas dalam jumlah tertentu dan diyakini bisa mendatangkan kelebihan.
Syarat-syarat tambahan itu adalah tambahan dari jin. Lihatlah buktinya, ketika dibaca nama Allah ya Lathif yang muncul jin Abdul Lathif. Kemudian dibaca ya Jabbar, jin Abdul Jabbar mengatakan bahwa itu adalah namanya. Dusta besar! Karena Jabbar adalah nama Allah dan bukan nama pendusta itu.
Kemudian meminta dengan haibah (kewibawaan) Umar termasuk sesuatu yang terlarang. Umar sendiri mencontohkan ketika hendak melaksanakan sholat Istisqo’ di zamannya, dia tidak meminta dengan haibah Rasulullah. Padahal siapapun tahu bahwa Umar pernah hidup bersama Rasulullah manusia terbaik itu. Tetapi Umar meminta orang shalih di zamannya untuk berdoa, yaitu paman Nabi Abbas bin Abdul Muthalib. Kalau meminta dengan jah atau haibah Rasulullah tidak dilakukan oleh Umar. Maka bagaimana kita meminta dengan haibah selain Rasulullah. Tentu ini tidak dibenarkan.
Jadi, banyak kesesatan yang diselipkan oleh jin ditengah-tengah shalawat, bacaan fatihah dan asmaul husna. Sehingga banyak sekali yang tertipu dalam jeratan jin yang satu ini.
Dalam kasus ini, Firmansyah tidak sendirian. Tetapi Firmansyah termasuk yang beruntung. Jin yang banyak bersarang ditubuhnya telah keluar. Lebih dari itu, Firmansyah merasa bahwa dirinya telah menemukan jalan kebenaran. Dengan meninggalkan semua bid’ah yang telah menjerumuskan. Tekad untuk membenahi akidah tumbuh kuat di hatinya. Ini jauh lebih mahal dari semua kehidupan kita.

Untuk itu berhati-hatilah, karena ternyata salah satu hikmah yang bisa kita ambil dari kisah Firmansyah adalah bahwa bid’ah yang sesat itu dijadikan kendaraan jin untuk menyesatkan dan menyakiti kita. Maka jauhilah bid’ah dan hidupkanlah sunnah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 RUQYAH ANAK PONDOK TAHFIDZ